“PERKEMBANGAN PERS – PERS INDONESIA”
Ketika Jepang datang ke Indonesia, koran-koran yang ada di Indonesia diambil alih pelan-pelan. Beberapa koran disatukan dengan alasan menghemat alat- alat tenaga. Tujuan sebenarnya adalah supaya pemerintah Jepang bissa memperketat pengawasan terhadap isi koran. Kantor berita Antara pun diambil alih & diteruskan dari kantor berita Yashima & selanjutnya berada dibawah pusat pemberitaan Jepang, yakni Domei.
Wartawan-wartawan
Indonesia pada saat itu hanya bekerja sebagai pegawai, sedangkan yang
diberi pengaruh serta kedudukan adalah wartawan yang sengaja
didatangkan dari Jepang. Pada waktu itu koran hanya bersifat
propaganda & memuji-muji pemerintah & tentara Jepang
|
Ø Monumen Pers Nasional Surakarta, Tonggak Sejarah Pers Nasional
Monumen
Pers Nasional berlokasi di Jl. Gajah Mada yang sebelumnya merupakan
gedung yang dulunya bernama Gedung Sasono Suko Societet milik Kraton
Mangkunegaran. Monumen Pers didirikan untuk memperingati Hari Jadi
Pers saat diadakan pertemuan para wartawan seluruh Indonesia (PWI)
pada tanggal 9 Februari 1946. Peresmian gedung monumen ini baru
dilakukan dari Presiden RI saat itu, Soeharto, pada tanggal 9 Februari
1978 sebagai peringatan perjuangan pers di Indonesia, meskipun
sebenarnya di zaman Soeharto pers justru dikebiri. Melalui SK Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 151/M.PAN tanggal 6 Juni 2002,
Monumen Pers Nasional dijadikan sebagai UPT Lembaga Informasi
Nasional.
Di
dalam komplek Monumen Pers sepengetahuanku ada sebuah museum mengenai
pers. Naskah-naskah & dokumen kuno yang merupakan bukti-bukti
perjalanan sejarah Pers Nasional & perjuangan bangsa Indonesia
sejak jaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, kemerdekaan hingga
jaman pemerintahan saat ini, konon, bissa disaksikan di gedung monumen
pers. dari karena itu, Monumen Pers Nasional merupakan tempat yang
tepat untuk wisata pendidikan & melihat perkembangan politik
Indonesia melalui kacamata pers.
|
Ø Sejarah Pers di Indonesia
Dalam
sejarah perkembangannya pers Indonesia tidak bisa dilepaskan dari
situasi masyarakat kolonial pada waktu itu. Munculnya pers di Indonesia
bermula dari perkembangan sejarah pers Belanda sampai akhir abad ke-19
di Hindia Belanda. Kemudian menginjak awal abad ke-20 adalah sebuah awal
pencerahan bagi perkembangan pergerakan di Indonesia yang ditandai
dengan munculnya koran. Ada
beberapa tahapan dalam perkembangan sejarah pers di Indonesia. Pertama,
di sebut “Babak Putih” yakni dari tahun 1744 sampai tahun 1854 dimana
surat kabar mutlak dimiliki orang-orang Nederland yang dibuat
menggunakan bahasa Belanda dan dibaca oleh pembaca berbahasa Belanda.
Kemudian babak kedua berlangsung antara
tahun 1854 sampai masa kebangkitan nasional. Pada tahun 1854 ini
dikenla sebagai kemenangan kaum liberal(politik etis) di Nederland yang
memberikan kelonggaran pada kegiatan pers di Hindia Belanda.
Di saat inilah media massa yang diterbitkan Tionghoa dan Bumiputera pertama kali muncul. Untuk media Tionghoa ada Li Po yang pertama kali terbit di Sukabumi pada tanggal 12 Januari 1901. Kemudian lahir juga Kabar Perniagaan, Sin Po, dan Sin Tit Po Sin Tit Po yang
kesemuanya itu dimiliki oleh orang Tionghoa dan menggunakan bahasa
Melayu-Franca. Walaupun semua penerbitan rata-rata dimiliki orang
Tionghoa, tetapi kondisi ini juga mendorong proses kemajuan
intelektualitas kaum bumiputera. Sedang untuk media massa bumiputera
pertama didirikan oleh RM Tirto Adhi Soerjo pada tahun 1902 dengan nama
Soenda Berita. Terbitan itu lahir atas kerja Tirto Adhi Soerjo dan
bupati Cianjur yang bernama RAA Prawiradiredja. Harian ini pertama kali
terbit pada bulan Pebruari 1903. Selain itu, Tirto juga memimpin
terbitannya sendiri yang bernama Medan Prijaji di tahun 1907 dan
menyebut hariannya tersebut khusus ditujukan pada “bangsa yang
terperentah” alias bangsa yang terjajah. Dan alhasil, Medan Prijaji ini
mencapai puncak kegemilangannya. RM Tirto Adhi Soerjo inilah yang
menjadi pelopor lahirnya pers nasional. Melalui surat kabar ia
mengkritisi semua kebijakan pemerintah Belandayang sangat menyengsarakan
rakyat. Dialah sang pemula, sosok pembaharu dalam pergerakan di
Indonesia.
Ketika
tahun 1966 dimana situasi politk Indonesia sangat memanas dan harga
kebutuhan pokok rakyat melambung tinggi, para aktivis pers mahasiswa
banyak yang bergerak. Lahirnya media kampus seperti Mahasiswa Indonesia,
Harian KAMI, Gelora Mahasiswa Indonesia, dan Mimbar Demokrasi turut
berjuang aktif menggulingkan Soekarno. Melalui pemaparannya yang kritis,
media kampus memberi kontribusi sehingga Soekarno Jatuh dari
kedudukannya.
Setelah
kejatuhan Soekarno, pers mahasiswa mencoba memberikan kontribusi
melalui media kampus tersebut untuk membangun Indonesia baru. Kemudian
ketika tahun 1974 ketika terjadi peristiwa MALARI, pers kampus kembali
menyerang pemerintah(masa awal pemerintahan orde baru). Banyak kasus
pembredelan terhadap pers kampus dan media massa umum; seperti Indonesia
Raya, Pedoman, Jakarta Times, serta Mingguan Nusantara dan Ekspress.
Pasca pembredelan tersebut gerak mahasiswa dibatasi dengan
dikeluarkannya SK No. 0156/U/1978 oleh menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Daoet Joesoef pada tanggal 19 April 1979 tentang NKK disusul instruksi
Dirjen Pendidikan Tinggi 002/DK/Inst/1978 tentang pembentukan BKK.
Lahirnya NKK/BKK inilah yang akhirnya membatasi ruang gerak mahasiswa.
Ø Pers Indonesia dan Pers Mahasiswa Saat Indonesia
Saat
ini pers di Indonesia sedang mengalami kebebasannya. Pers memiliki
kondisi untuk melaksanakan idealismenya. Meskipun hal itu tidak mutlak
karena masih ada beberapa kasus yang menunjukkan pers dalam kondisi
tertekan, seperti kasus Tempo. Secara umum pers di Indonesia bisa
dikategorikan dalam tiga kelompok. Pertama, pers sebagai corong
pemerintah dimana pers seperti ini lebih condong berpihak pada
pemerintah dan biasanya dimiliki oleh pemerintah. Kedua, pers mengambang
dimana pers seperti ini cenderung bersifat oportunis. Ketika kondisi
kekuasaan sangat otoriter maka ia akan memuja habis-habisan dan ketika
kondisi kekuasaan melemah ia akan ikut-ikutan menghujat. Ketiga, pers
progresif dimana pers seperti ini tercermin dalam media massa yang
konsisten dalam menjalankan fungsinya sebagai kontrol kekuasaan. Dalam
kondisi kekuasaan seperti apapun media massa seperti ini akan tetap pada
idealismenya meskipun mempunyai resiko tinggi, yaitu dibredel.
Ø Kebebasan pers di Era Reformasi
Pada
tanggal 21 Mei 1998 orde baru tumbang dan mulailah era reformasi.
Tuntutan reformasi bergema ke semua sektor kehidupan, termasuk sektor
kehidupan pers. Selama rezim orde lama dan ditambah dengan 32 tahun di
bawah rezim orde baru, pers Indonesia tidak berdaya karena senantiasa
ada di bawah bayang-bayang ancaman pencabutah surat izin terbit.Sejak masa reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasan pers. Hal ini sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan, dan demokrasi yang diperjuangkan rakyat Indonesia. Akibatnya, awal reformasi banyak bermunculan penerbitan pers atau koran, majalah, atau tabloid baru. Di Era reformasi pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Hal ini disambut gembira dikalangan pers, karena tercatat beberapa kemajuan penting dibanding dengan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pers (UUPP).
Dalam Undang-Undang ini, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara (pasal 4). Itulah sebabnya mengapa tidak lagi disinggung perlu tidaknya surat ijin terbit, yaitu terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat 2.
Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak. Tujuannya agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hal ini digunakan jika wartawan dimintai keterangan pejabat penyidik atau dimintai mnejadi saksi di pengadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar