Bandara Wolter Monginsidi Kendari Ganti Nama Haluoleo
Bandara Wolter Monginsidi, Kendari, Sulawesi Tenggara, resmi bersalin
nama menjadi Bandara Haluoleo Kendari, Sabtu, (13/2). Wakil Menteri
Perhubungan Bambang Susantono yang meresmikan proses pergantian nama
tersebut mengatakan, Bandara Haluoleo Kendari merupakan era baru bagi
masyarakat Sulawesi Tenggara.
Menurut Wamenhub, perubahan nama ini didasari pada aspirasi dan tuntutan
yang berkembang dalam masyarakat Sultra. Yaitu penguatan dan keinginan
untuk menampilkan tokoh sejarah Sultra, Haluoleo, dalam penamaan sarana
dan prasarana vital sebagai perwujudan identitas atau jati diri profil
provinsi tersebut.
”Pergantian
nama Bandara Wolter Monginsidi menjadi Bandara Haluoleo ini menjadi era
baru bagi masyarakat Sulawesi Tenggara. Saya harap, dapat lebih
mendorong peningkatan kualitas pelayanan kepada pengguna jasa
transportasi udara,” ujarnya.
Atas dasar itulah, Wamenhub meminta pergantian nama tidak hanya sekedar
memenuhi hasrat untuk mengggeser nama Wolter Monginsidi sebagai
identitas bandara menjadi Haluoleo, tetapi juga harus dapat memunculkan
tekad dan semangat baru untuk mengembangkan Bandara dalam meningkatkan
mutu pelayanan agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada
masyarakat.
”Pergerakan arus barang dan penumpang harus diupayakan harus lebih
lancar dari saat ini, serta azas keterhubungan (connectivity) antarpulau
juga harus terjaga. Saya berharap operator bandara untuk lebih mampu
memelihara citra baik bandara ini. Kemudian operator penerbangan juga
harus mampu meningkatkan kualitas pelayanan dan senantiasa mengedepankan
aspek keamanan dan keselamatan penerbangan,” tegasnya.
Dipaparkan Wamenhub, hal tersebut sejalan dengan paradigma pembangunan
transportasi nasional di masa mendatang yang dicanangkan oleh
pemerintah. Yaitu pembangunan yang diarahkan kepada terwujudnya sistem
transportasi yang efektif dan efisien dengan mengedepankan keberpihakan
kepada kepentingan masyarakat. Di mana jangkauan daya beli masyarakat
serta kemudahan aksesibilitas harus dijadikan sebagai landasan dan tolok
ukur dalam penyediaan prasarana dan sarana pendukung transportasi itu
sendiri.
Pemerintah Pusat, lanjut Wamenhub, memiliki komitmen yang kuat untuk
mendukung upaya pemerintah daerah dalam membangun dan mengembangkan
sistem transportasi efektif dan efisien tersebut. Karenanya, setiap
tahun pemerintah selalu menganggarkan alokasi pendanaan dalam mata
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), baik untuk pembangunan
maupun pengembangan sarana dan infrastruktur transportasi di seluruh
Indonesia.
”Terhadap penyelenggaraan pelayanan jasa transportasi udara, Kementerian
Perhubungan memiliki komitmen yang ingin dicapai dalam jangka pendek
dari aspek fundamental terselenggaranya operasional bandara,” paparnya.
Komitmen tersebut antara lain, pertama adalah terjaminnya keselamatan,
keamanan dan kepastian hukum serta kualitas pelayanan, dan kenyamanan
dalam penyelenggaraan transportasi udara. Komitmen selanjutnya adalah
terwujudnya pertumbuhan sub sektor transportasi udara yang stabil
sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pertumbuhan
ekonomi nasional yang berkelanjutan, khususnya di daerah-daerah
terpencil. Kemudian, terwujudnya perusahaan penerbangan yang efisien dan
efektif serta kompetitif di pasar nasional, regional, maupun
internasional. ”Sebentar lagi, kebijakan open sky tingkat ASEAN akan
diterapkan. Maskapai kita harus siap untuk itu,” kata Wamenhub.
Sedangkan komitmen keempat, lanjutnya, adalah terwujudnya kontiunitas
pelayanan jasa transportasi udara yang terjangkau ke seluruh pelosok
tanah air sehingga dapat ikut mendorong pemerataan pembangunan,
kelancaran distribusi, stabilitas harga barang dan jasa, serta menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
”Kelima, peningkatan kualitas profesionalisme SDM, khususnya di
lingkungan perhubungan udara dan terbentuknya kelembagaan yang optimal
dan efektif. Sehingga dapat mendukung terwujudnya penyelenggaraan
transportasi udara yang andal, aman, dan berdaya saing,” papar Wamenhub.
Nama Wolter Monginsidi Tetap Dipakai
Bandara Wolter Monginsidi merupakan bandara enclave sipil yang
penggunaannya dilakukan bersama untuk kepentingan penerbangan sipil
maupun militer oleh TNI AU. Sejarah pendirian Bandara Wolter Monginsidi
sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan perjuangan pahlawan Robert Wolter
Monginsidi, sebagai pejuang kemerdekaan yang kemudian dinobatkan
sebagai pahlawan nasional.
Nama
Wolter Monginsidi akan tetap digunakan untuk kepentingan penerbangan
militer. Tetapi untuk penerbangan sipil komersial, selanjutnya akan
menggunakan nama Haluoleo. Terkait hal tersebut, pemerintah akan
melakukan amandemen NOTAM sebagai langkah sosialisasi kepada pihak
terkait, baik di tingkat nasional maupun internasional. ”Untuk mencegah
terjadinya human error pada aktivitas penerbangan,” pungkas Wamenhub.
Bandara Wolter Monginsidi memiliki landasan pacu berkonstruksi aspal
beton dengan panjang 2250 meter dan 30 meter. Bandara ini dilengkapi
taxiway berukuran panjang 379 meter dan lebar 23 meter, serta terminal
penumpang yang luasnya mencapai 1000 meter persegi. Kemudian untuk
keperluan navigasi udara, pemerintah telah melengkapinya dengan beragam
perlengkapan. Di antaranya adalah ADS-B rakitan Thales (Jerman), Radar
AP I Thomson tipe RS 870 yang dapat menjangkau radius 240 nautical miles
dengan frekuensi 1030 MHz dan 1090 MHz, pemandu penebangan DVOR dan DME
ASII SELEX tipe 1150 dan 1119, serta alat pemandu pendaratan
(instrument landing system/ILS) tipe 420 rakitan Thales yang mencakup
localizer, glidpath, dan DME.
Pada 2010 ini, Kementerian Perhubungan memrogramkan perpanjangan
landasan pacu hingga menjadi 2500 meter, pembuatan stop way,
rehabilitasi bangunan serta sejumlah pengembangan lainnya. Hal ini
diiringi dengan penambahan rute yang melayani Bau Bau – Kendari, dan
rute Ambon – Kendari.
Aktivitas pelayanan di bandara ini terbilang cukup tinggi. Dalam
seminggu, sedikitnya ada enam operator yang melayani rute penerbangan
domestik komersial Ujung Pandang (Makassar) – Kendari, dengan frekuensi
sebanyak 77 penerbangan. Keenam operator itu adalah Garuda Indonesia,
Lion Air, Batavia Airlines, Merpati, Sriwijaya Air, serta Wings Air.
Kemudian untuk rute Jakarta – Kendari, maskapai Lion Air melayani
sedikitnya 14 jadwal penerbangan selama seminggu.
Selain itu, saat ini bandara tersebut juga memfasilitasi penerbangan
lintas pulau yang dilakoni dua operator penerbangan dengan menggunakan
jenis pesawat berukuran kecil, yaitu Susi Air dan Express Air. Wings Air
juga dikabarkan tengah menyiapkan diri melayani segmen ini.
Dinas Perhubungan dan Komunikasi Informasi dan Informatika
(Dishubkominfo) Provinsi Sultra menyebutkan, sejak kurun 2005 hingga
2009, pertumbuhan arus penumpang di bandara Wolter Monginsidi mencapai
hingga rata-rata 18,5 persen per tahun. Data terakhir, sepanjang 2009,
total penumpang yang dilayani mencapai 418.347 orang. Sementara pada
2005, baru mencapai 250.334 penumpang.
Gubernur Sultra Nur Alam mengatakan, perubahan nama yang diajukan
pihaknya tersebut sejalan dengan napas dan semangat otonomi daerah untuk
berkembang. Sebelum digunakan untuk Bandara, jelasnya, nama Haluoleo
juga telah digunakan di sejumlah fasilitas vital. Salah satunya adalah
digunakan untuk menamai perguruan tinggi negeri lokal, Universitas
Haluoleo.
”Haluoleo yang wafat pada tahun 1587, adalah tokoh pemersatu masyarakat
Jasira dan Sultra yang dipuja banyak orang. Makamnya, di Buton, hingga
saat ini terus dirawat masyarakat,” ujar Nur Alam, yang berharap Bandara
Haluoleo suatu ketika bisa menjadi bandara transit serta menjadi
bandara embarkasi haji.
(dephub.go.id)